Idle Mage: Humanity’s Strongest Backer - Chapter 396
Only Web ????????? .???
Bab 396 Dikejar
Bab SebelumnyaBab Berikutnya
“Sial! Apa-apaan ini…?”
Ethan tersandung di antara dedaunan yang lebat, napasnya tersengal-sengal dan berat. Rasa sakit membakar sekujur tubuhnya, setiap langkah memperparah luka-lukanya. Sambil mengumpat pelan, ia menggertakkan giginya dan memaksakan diri untuk terus berjalan, tekadnya mengalahkan penderitaan fisik yang mengancam akan menghabisinya.
Melihat ke belakang sebentar, Ethan merasa merinding saat sosok ganas itu mengejarnya. Dia dengan tegas menyingkirkan rasa takutnya dan fokus pada usahanya untuk berlari. Jika dia berhenti di sini, dia pasti akan mati, itu sudah pasti…
Darah menetes dari luka di kepalanya, mengaburkan penglihatannya saat darah mengalir di atas matanya yang tertutup. Noda merah tua di pakaiannya menandakan betapa beratnya pengejaran itu. Dia bisa merasakan berat tulang yang patah dan tulang rusuk yang retak, pengingat terus-menerus akan bahaya yang telah dia hadapi.
Hutan di sekitarnya tampak tertutup, cabang-cabangnya mencambuk, ujung-ujungnya yang tajam menyerempet tubuhnya yang sudah terluka. Dia menoleh ke belakang, melihat sekilas kengerian yang mengejarnya—makhluk jahat dan gelap yang kejam, tak kenal lelah dalam pengejarannya. Bentuknya yang mengerikan tampak menyatu dengan bayangan, kehadiran mengerikan yang menentang pemahaman.
Jantung Ethan berdebar kencang di dadanya saat kepanikan mengancam akan menguasainya. Dengan segenap kekuatan yang bisa dikerahkannya, ia berjuang untuk menekan rasa takutnya, karena tahu bahwa jika ia goyah sekarang, ia akan menemui ajalnya. Pikirannya berpacu, mencari cara untuk menghindari pengejarnya yang tak kenal lelah dan menemukan tempat berlindung, bahkan untuk sesaat.
Meskipun rasa sakit dan kelelahan mengancamnya, Ethan mengerahkan sisa-sisa kelincahan dan ketahanannya. Ia melesat melewati semak-semak, gerakannya dipandu oleh naluri dan keputusasaan untuk bertahan hidup. Hutan berubah menjadi kabur dengan warna hijau dan cokelat saat ia berkelok-kelok melalui medan yang seperti labirin, berharap bisa kehilangan pengejarnya di labirin alam.
Setiap langkah menjadi ujian ketahanan, setiap benturan menggema di sekujur tubuhnya yang babak belur. Namun, rasa sakit itu memicu tekadnya, pengingat terus-menerus bahwa ia masih hidup dan berjuang. Dengan segenap tekadnya, ia terus berjuang melewati penderitaan itu, menolak untuk menyerah pada kegelapan yang mengancam akan menelannya bulat-bulat.
Saat napas Ethan yang terengah-engah bergema di telinganya, pikirannya berpacu dengan satu pikiran tunggal—untuk menemukan tempat berlindung sementara, jeda dari serangan gencar yang tak henti-hentinya. Namun, waktu terus berjalan, energinya menyusut, dan kekuatannya pun menyusut. Pengejaran itu semakin dekat, sebuah pengingat yang selalu ada tentang bahaya yang dihadapinya.
Sambil menggertakkan giginya, Ethan terus maju, rasa darah bercampur dengan napasnya yang terengah-engah. Ia tahu bahwa setiap detik sangat berarti, dan bahwa melarikan diri adalah satu-satunya jalan untuk bertahan hidup. Dengan satu matanya yang masih sehat menyipit karena tekad, ia mendorong tubuhnya yang sakit hingga batas maksimal, mati-matian mencari momen istirahat sejenak di dunia yang penuh bahaya.
Only di- ????????? dot ???
Perburuan itu terus berlanjut, pertarungan sengit antara pemangsa dan mangsa, di mana hanya yang terkuat dan paling licik yang akan muncul sebagai pemenang. Ethan, tubuhnya babak belur dan hancur, berpegang teguh pada harapan untuk menghindari pengejarnya, menolak untuk menyerah pada hal yang tak terelakkan. Keinginan untuk bertahan hidup membara dalam dirinya, sebuah mercusuar perlawanan terhadap kegelapan yang mengancam untuk melahapnya.
“Hah…” Napas Ethan terengah-engah. Ia tahu bahwa ia tidak akan bertahan lama. Saat itulah ia tiba-tiba mendengar suara statis di telinganya.
Komunikasi Ethan mulai hidup, suaranya memecah kegaduhan napasnya yang tersengal-sengal. Ia meraba-raba perangkat itu, tangannya yang terluka gemetar saat mendekatkannya ke telinganya. Suara Kaitlyn memenuhi lubang pendengarannya, kata-katanya dipenuhi kekhawatiran dan tekad.
“Ethan, kau mengerti? Kau masih hidup?” Suara Kaitlyn terdengar mendesak, sebagai bukti betapa seriusnya situasi mereka.
Ethan mengatupkan rahangnya, menahan gelombang rasa sakit saat ia mengumpulkan kekuatan untuk menjawab. “Ya, masih bernapas… hampir tidak. Apa rencananya?”
Suara Kaitlyn tetap tenang, nadanya yang berwibawa memecah kekacauan yang mengelilingi Ethan. “Bawa dia ke koordinat yang akan kukirimkan kepadamu. Kami punya penyergapan yang menunggu. Kami akan mengurusnya, tetapi kau harus terus bergerak. Kau bisa melakukannya, Ethan.”
Saat Kaitlyn berbicara, luapan emosi campur aduk mengalir melalui tubuh Ethan yang babak belur. Keraguan berbenturan dengan secercah harapan dalam dirinya. Jarak ke titik pertemuan terasa tak terelakkan, kelelahannya mengancam akan menyeretnya ke jurang keputusasaan. Keraguan menggerogoti tekadnya, berbisik bahwa ia tidak akan pernah berhasil.
Namun, jauh di lubuk hatinya, Ethan masih memiliki secercah keyakinan. Ia ingin mencapai titik pertemuan itu, untuk bersatu kembali dengan rekan-rekannya dan mengalahkan pengejar mereka yang tak kenal lelah. Keinginan untuk bertahan hidup membara dalam dirinya, terjalin dengan kepercayaan baru pada timnya.
Baca Hanya _????????? .???
Hanya di Web ɾιʂҽɳσʋҽʅ .ƈσɱ
Menepis keraguan itu, Ethan menarik napas dalam-dalam, suaranya diwarnai tekad. “Aku akan sampai di sana, Kaitlyn. Beri aku sedikit waktu lagi. Aku tidak akan mengecewakanmu.”
Tanggapan Kaitlyn tegas dan tak tergoyahkan, memikul beban misi bersama mereka. “Kami mengandalkanmu, Ethan. Tetaplah fokus dan teruslah bergerak. Kami akan menunggu.”
Dengan tekad baru, Ethan mengepalkan tinjunya, menggertakkan giginya menahan rasa sakit yang mengancam akan menelannya. Ia mendorong dirinya maju, langkahnya goyah tetapi tegas. Setiap langkah yang menyakitkan membawanya lebih dekat ke koordinat yang melambangkan keselamatan dan kesempatan untuk membalikkan keadaan dari situasi putus asa mereka.
Saat ia menjelajahi medan yang berbahaya, pikiran Ethan berjuang melawan siksaan fisik dan mental yang mengancam akan menguasainya. Sikap skeptisnya, yang dulunya merupakan perisai terhadap harapan palsu, kini berada di ambang keyakinan. Ikatan yang ia jalin dengan timnya, yang ditempa melalui berbagai cobaan, memicu tekadnya untuk melawan segala rintangan.
Dengan tekad yang kuat, Ethan terus maju, jarak ke titik pertemuan perlahan-lahan berkurang. Setiap serat jiwanya berteriak minta istirahat, tetapi ia menolak menyerah pada godaan untuk menyerah. Tubuhnya bergerak berdasarkan naluri murni, didorong oleh keinginan untuk melindungi rekan-rekannya dan mengakhiri pengejaran tanpa henti itu.
Saat koordinat semakin dekat, langkah Ethan semakin berat, napasnya tersengal-sengal. Keraguan dan kelelahan mengancam akan menghancurkan semangatnya, tetapi ia berpegang teguh pada keyakinan bahwa timnya sedang menunggu, siap menghadapi ancaman yang mengancam.
Dengan segenap kekuatan yang bisa dikerahkannya, Ethan terus maju, tekadnya melampaui batas tubuhnya yang babak belur. Dunia di sekitarnya menjadi kabur saat rasa sakit dan tekad menyatu menjadi satu tekad yang kuat. Ia hampir bisa merasakan kemenangan yang sudah di depan mata, bahkan saat bayang-bayang ketidakpastian masih menyelimuti kesadarannya.
Maka, Ethan terus berjalan dengan susah payah, jalannya penuh rintangan dan tubuhnya terdorong hingga mencapai titik puncaknya. Namun, dalam menghadapi kesulitan, ia menolak untuk goyah. Dengan setiap langkah, ia merangkul harapan yang berkedip-kedip dalam dirinya, sifat skeptisnya tertekuk di bawah beban kemungkinan.
MENGAUM!!!
“Kotoran!”
Saat suara gemuruh yang memekakkan telinga dari ancaman yang mengejar bergema di udara, hati Ethan mencelos. Ia tahu ia telah kehabisan waktu, dan tubuhnya yang lelah tidak dapat lagi memberikan pertahanan. Pasrah pada nasibnya, ia memejamkan mata, siap menghadapi hal yang tak terelakkan.
Namun, saat keputusasaan mengancam akan menelannya, simfoni baja yang berdenting memecah keheningan. Mata Ethan terbuka lebar, dan tatapannya jatuh pada sosok kaptennya, Kaitlyn. Dia berdiri tegak dan tak tergoyahkan, seperti mercusuar ketahanan, saat dia menghadapi kehadiran yang ganas itu secara langsung.
Pada saat yang singkat itu, waktu terasa melambat saat Ethan menyaksikan dengan kagum. Mata Kaitlyn menyala dengan tekad, pedangnya terangkat tinggi dengan tekad yang kuat. Setiap gerakannya memancarkan kekuatan yang tak tergoyahkan seolah-olah dia telah menjadi kekuatan yang tak terkalahkan, berdiri di antara Ethan dan bahaya yang mendekat.
Read Web ????????? ???
Makhluk tajam dan berbahaya itu berhenti di tengah jalan, perhatiannya teralihkan oleh sikap menantang Kaitlyn. Geraman primitif bergemuruh di udara, bergema dengan kebencian. Namun Kaitlyn tetap teguh, tatapannya yang tak tergoyahkan terkunci pada mata jahat makhluk itu.
Dalam pemandangan yang memukau itu, Ethan merasakan gelombang harapan baru menyala dalam dirinya. Tindakan tanpa pamrih sang kapten, yang mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk melindunginya, menghancurkan keraguannya dan menyalakan kembali tekadnya. Ia menyingkirkan rasa sakit yang mengalir melalui tubuhnya yang babak belur, memanfaatkan cadangan kekuatan yang tidak ia ketahui ia miliki.
Saat kedua kekuatan besar itu saling berhadapan, Ethan menemukan penghiburan dalam kehadiran Kaitlyn yang tak tergoyahkan. Ia tahu ia tidak sendirian dalam pertempuran ini, bahwa ikatan mereka sebagai kawan dan teman akan menang melawan kegelapan yang merayap.
Dengan tatapan menantang di matanya, Ethan mengerahkan sisa tenaganya dan memaksakan diri untuk berdiri. Tubuhnya protes, setiap gerakannya disertai rasa sakit, tetapi ia menolak untuk menjadi pengamat dalam penyelamatannya sendiri.
“Ethan! Astaga, ayolah! Tetaplah bersama kami!” Rylan, salah satu rekan setimnya, menyadarkannya dari lamunan.
Di sampingnya ada Maya yang memberikan pertolongan pertama sementara anggota tim lainnya berdiri menantang hal yang menyebabkan Ethan mengalami hal ini.
Suasana menjadi tegang saat tim dan monster itu saling mengukur. Saat itulah Kaitlyn bertanya:
“Ethan, di mana di dunia ini kamu menemukan benda ini dan apa yang kamu lakukan hingga memprovokasinya?”
Ethan tertawa datar dan berkata: “Bukan aku yang menemukannya. Dia yang menemukanku. Dan entah mengapa, dia sepertinya punya dendam pribadi terhadapku.”
Only -Web-site ????????? .???